Beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan taruna dan taruni yang sering terlibat dalam kegiatan tari di sekolah. Ketika akan ada kegiatan besar di sekolah yang membutuhkan penyambutan khusus, ada agenda untuk mengikuti perlombaan tari, atau adanya kegiatan ekstrakurikuler Karawitan di SMKN 1 Dawuan, kiprah mereka terlihat dan terdengar di seantero sekolah.
Bagi sebagian orang yang pernah terkait dengan dunia tari, ada yang mengikuti latihan tari hanya menjelang momen tertentu, ada juga yang melakukannya sebagai hobi, ada yang menemukan keseruan bersama teman sebaya dengan ikut berkegiatan olah gerak alias tari. Tapi bagi sebagian orang lainnya, tari menyimpan makna tersendiri yang tanpa adanya tari seperti ada yang kurang dalam hidupnya. Tari merupakan ekspresi dari kisah yang tak terceritakan, serta interprestasi dari emosi yang tak terluapkan.
Bagi yang menganggap tari sekedar hobi, melakukannya di waktu luang dapat melepaskan penat dan tekanan. Bagi yang menganggap tari sebagai penunai kewajiban, entah itu karena tuntutan pekerjaan atau tugas tertentu, setelah ditunaikan kewajbannya untuk menari maka sudah tidak bermakna lebih lagi dari itu. Tapi ada juga yang memaknainya lebih dari itu, ada yang menganggap tari sebagai hobi, penunai kewajiban tapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup, yang mana ketika menari ia merasa puas dan Bahagia.
Beberapa penari yang saya ajak bicara, mengenal tari dan berkecimpung di dalamnya untuk dilibatkan dalam kegiatan di dalam maupun luar sekolah, belajar dan berlatih tari hanya di sekolah saja. Menari di sekolah sudah cukup bagi mereka. Tidak perlu upaya lebih untuk mencari dan datang ke sanggar seni untuk berlatih tari lebih dalam.
Bagi sebagian penari lainnya, menari merupakan panggilan jiwa. Tidak cukup dengan dibina dan dilatih dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah ataupun persiapan perlombaan tari baik online maupun offline, mereka mengembangkan sayap dengan ikut manggung dan belajar lebih banyak di sanggar seni.
Peserta didik yang merupakan penari itu semua sependapat bahwa sekolah mewadahi kegiatan tari yang mereka senangi. Pelatih dari sanggar seni bisa didatangkan ke sekolah untuk memoles kemampuan menari mereka. Mereka juga diberi kesempatan untuk unjuk diri dalam berbagai perlombaan yang relevan dengan dukungan penuh dari sekolah.
Bagi penari yang biasa ikut manggung dengan sanggar tarinya pada event tertentu, sudah tahu bahwa menari bisa mendatangkan tambahan uang saku bagi mereka. Setidaknya, ada uang yang bisa digunakan untuk sedikit demi sedikit membeli peralatan rias wajah untuk keperluan manggung dan masih bisa digunakan untuk jajan selama beberapa hari.
Saya sempat tergelitik untuk menanyakan mengenai rugi atau tidaknya mengikuti kegiatan perlombaan atas nama sekolah karena tidak menghasilkan uang dengan mengikutinya. Jawaban dari semua penari yang masih belia itu membuat saya tersenyum simpul. Terlepas dari menjadi juara atau tidak, mengikuti perlombaan tari merupakan sebuah tujuan sekaligus prestasi, mengikutinya memberikan pengalaman berharga. Dengan kata lain, semua kegiatan tari itu baik menghasilkan uang atau tidak, merupakan wujud dari eksistensi diri mereka sebagai penari dan itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri.